Tanda-Tanda yang Tertinggal


Hasnawi lalu menlajutkan ceritanya, ketiga sahabatnya diam tak bersuara, mereka serius mendengarkan cerita langkah demi langkah saat dia berpetualang. Hasnawi terdiam sejenak. "Terus!" kata Arip. 

Waktu itu langit malam di atas puncak Cikuray terasa luar biasa. Hasnawi melanjutkan ceritanya. Langit gelap pekat berubah jadi kanvas luas bertabur bintang. Gue duduk sendiri di tepi batu besar dan menatap ke atas, sesekali menghela napas panjang. Dinginnya malam menusuk pelan, tapi keindahan itu membuat lupa bahwa gue berada di tempat yang asing—sendirian di atas dunia.

Kelip-kelip lampu kota Garut menyala jauh di bawah sana, membentuk jalur yang tampak seperti sungai cahaya.  “Dari sini, semua kelihatan kecil. Masalah hidup, tugas kampus, bahkan mantan pun... jadi bintik aja,” kata gue sambil mengusap lutut yang mulai ngilu. Malam itu juga gue langsung gelar tenda.

Angin pelan membawa aroma pohon pinus dan tanah basah. Lalu gue menyalakan kompor mungil buat bikin teh hangat. Suara air mendidih jadi teman di tengah sepi. “Gue nggak nyangka bisa bertahan sampai sini malam ini,” ucapnya dalam hati. Di balik rasa capek, ada rasa haru. Ada syukur. Ada sesuatu yang terasa bersih di dada.

Ia bersujud sebentar, lalu berdoa. “Ya Tuhan... kalau ini cobaan, terima kasih. Kalau ini pelajaran, aku mau belajar.” Doanya pelan, tapi dalam. Di langit, bintang-bintang seperti mendengarkan, berkedip satu-satu seolah menjawab.

Saat menegakkan tubuh, tiba-tiba terlihat guratan aneh di bebatuan dekat tenda. Bentuknya melingkar, seperti simbol—mirip yang ia lihat saat turun tadi. Tapi kini bersinar samar. “Lo lagi, ya?” kata gue. Antara takut dan merasa ditonton dengan baik hati.

Dari balik batu, muncul embusan angin dingin. Bukan biasa. Angin ini membawa bisikan. Tidak berupa kata, hanya perasaan. Seperti ucapan: “Ingat. Jangan lupakan.” Gue memeluk jaket lebih erat. Tidak panik. Tapi penuh waspada.

Malam itu, gue tidak tidur sepenuhnya. Di dalam tenda, matanya terbuka sambil mendengar suara-suara halus dari luar. Kadang bunyi ranting. Kadang suara langkah samar. Tapi tidak ada ketakutan—yang ada hanya perasaan... sedang dijaga.

Saat azan subuh bergema dari bawah gunung, sangat pelan tapi nyata,  “Gue nggak cuma naik gunung. Gue baru aja turun ke dalam diri sendiri.” dan keluar tenda, melihat langit yang mulai merekah, dan tahu: gue akan turun pagi ini... dengan sesuatu yang berubah di dalamnya.

admin

Post a Comment

Previous Post Next Post